Get paid To Promote at any Location
Pertengahan Oktober 2009, saya coba mengikuti Paid-To-Promote.Net. Eh, ternyata tanggal 30 Oktober, sudah dibayar, walau hanya 0,93 dolar ke paypal saya. Program ini mempunya keteraturan membayar setiap tanggal 15 dan 30, berapapun nilai dolar yang kita dapat. Tak perlu nunggu 100 dolar seperti program lain. Bagaimana cara mengikutinya? Mudah saja, silakan register dengan referal saya. Jika Anda referal saya, maka Anda akan saya bimbing. Klik saja kata iklan tulisan "Get Paid to Promote at Any Location!"
berwarna pink di atas ini.

Ini contoh recehan dollarnya...

AAderiau Balance History
Date Amount Note Balance After
Date: 2009-10-30 11:08:27 - $0.93 2009-10-30 Pay to paypal: dewa.gratia@gmail.com $0.00

Hello Rakadewa,

chen zirong just sent you money with PayPal.

Payment details
Amount: $10,93 USD
Transaction Date: Oct 30, 2009
Subject: paid-to-promote.net 2009-10-30

Philosophy is a game with objectives and no rules.
Mathematics is a game with rules and no objectives.
Theology is a game whose object is to bring rules into the subjective.

Sunday, March 29, 2009

Modern Atheism: Feuerbach, Freud dan Sartre

Sangkal Jika Anda Bisa!!!!

Tesis: ”Tiga bentuk ateisme filosofis modern paling utama adalah yang diajukan oleh Feuerbach, Freud dan Sartre. Menurut Feuerbach, agama hanyalah proyeksi diri manusia yang terasing daripadanya. Menurut Freud, agama itu sebuah neurosis kolektif umat manusia, Menurut Sartre, Tuhan tidak bisa ada karena kalau Tuhan ada, manusia tidak lagi bebas”.



Feuerbach
: agama hanyalah proyeksi diri manusia yang terasing daripadanya.
Titik tolak pemikirannya: kritik atas pandangan Hegel bahwa di balik pikiran dan tindakan manusia, ‘roh semesta’ mencapai tujuannya; bahwa meski manusia berpikir dan bertindak sesuai seleranya, meskipun ia bebas dan mandiri, akan tetapi melalui kemandirian itu, roh semesta menyatakan diri.

Sebaliknya bagi Feuerbach, bukan manusia itu hasil pikiran Allah, melainkan Allah adalah hasil pikiran manusia; manusia inderawi tidak dapat dibantah, sedangkan roh semesta hanya berada sebagai objek pmikiran manusia. Jadi bukan Allah yang menciptakan manusia melainkan Allah adalah ciptaan angan-angan manusia. Manusia inderawi tidak dapat dibantah, sedangkan roh semesta hanya berada sebagai objek pikiran manusia. Agama hanya sebuah proyeksi manusia; Allah, malaikat, surga, neraka tidak nyata pada dirinya, hanya angan-angan manusia tentang hakikatnya sendiri. Agama tidak lebih dari proyeksi hakikat manusia.

Agama adalah penyembahan manusia atas ciptaannya sendiri, namun tidak disadarinya sebagai itu. Ciptaan dan angan-angannya itu dianggapnya sebagai eksistensi yang ada pada dirinya, yang disembahnya, ditakuti, dihormati sebagai Allah. Demikianlah agama merupakan keterasingan manusia dari dirinya sendiri. Karena manusia menjadi takut, ia seakan-akan menjadi lumpuh; ia tidak berusaha untuk mewujudkan diri sendiri sesuai dengan gambarannya itu. Dari pada merealisasikan hakikatnya, ia secara pasif mengharapkan berkah daripadanya.

Karena itu menurut Feuerbuch, manusia hanya dapat mengakhiri kerterasingannya dan menjadi diri sendiri apabila ia meniadakan agama; ia harus menarik agama ke dalam dirinya. Teologi harus menjadi antropologi.
Freud: agama itu sebuah neurosis kolektif umat manusia.
Neurosis: kelakuan-kelakuan dan perasaan-perasaan yang aneh dalam arti tidak sesuai dengan kenyataan yang dihadapi. Misalnya orang tidak bisa berkomunikasi dengan normal, takut tanpa alasan.

Freud tidak mempersoalkan apakah ada Tuhan atau tidak. Baginya jelas bahwa Tuhan tidak ada; yang ada adalah alam dan manusia dan segala masalahnya. Yang menjadi pertanyaan Freud adalah: mengapa gagasan tentang Tuhan sedemikian menguasai kesadaran dan kehidupan manusia, padahal Tuhan tidak dapat dilihat ataupun dirasakan.
Agama menurut kodrat psikologisnya merupakan ilusi. Melalui agama, manusia mau melindungi diri terhadap macam-macam ancaman dan penderitaan. Namun perlindungan itu ilusi: dewa-dewa bukan sungguih-sungguh ada dan melindungi manusia, tetapi hanya diinginkan manusia untuk melindunginya [mirip sikap umat Israel kuno yang percaya dan menyembah dewa baal, yang tidak ada pada dirinya]. Keyakinan bahwa suatu harapan akan terpenuhi, bukan karena kenyataan mendukung harapan itu, melainkan karena orang menginginkannya.
Agama itu nerosis kolektif, maksudnya: bahwa setiap individu biasanya beragama karena ia menjadi besar, mengalami sosialisasi dasar dalam masyarakat yang sudah beragama, maka ia mempercayai dan menghayati agamanya seperti ia mempercayai dan menghayati semua unsur lain pandangan dunia masyarakatnya.
Akan tetapi sebagai gejala sosial, agama sama dengan neurosis sekelompok orang. Mereka melakukan perintah Allah dan menghindari dosa karena takut akan Allah – ‘Ayah super’ yang sekaligus dicintai dan ditakuti. Manusia menyikapi keinginan yang dirasakannya bukan karena pertimbangan yang masuk akal, melainkan karena ia merasa dilarang Tuhan. Yang khas bagi neurosis adalah ketakutan. Orang beragama berfokus pada aturan ritual yang detail supaya tidak masuk neraka, agar tidak berdosa dan karena itu tidak dihukum, jadi bukan atas pertimbangan absah-tidak absah. Demikianlah agama menggagalkan kemungkinan manusia untuk mengembangkan diri dan mencapai tingkat kebahagiaan yang sebenarnya.

Sartre: Tuhan tidak bisa ada karena kalau Tuhan ada, manusia tidak lagi bebas. Sartre yakin bahwa “manusia bertanggung jawab atas diri sendiri”, artinya ia sendirilah yang membentuk dirinya senidiri. “Manusia bukan lain hanyalah apa yang diciptakannya sendiri. Itulah prinsip pertama eksistensialisme Sartre”. Nah, percaya kepada Allah sama dengan menyangkal tanggung jawab itu; sebab yang bertanggung jawab sekarang adalah Allah, bukan dirinya sendiri. Manusia tidak lagi bebas, Allahlah yang menciptakan manusia dan bertanggung jawab bagaimana manusia berkembang dan bertindak. Sikap itu tidak jujur karena sebetulnya manusia tahu bahwa dialah yang bertanggung jawab. Selama manusia percaya kepada Allah ia tidak bisa menjadi dirinya sendiri, ia tidak otentik- artinya manusia adalah ketiadaan.
Keyakinan bahwa adanya Allah menghancurkan kebebasan manusia berkaitan dengan pengertian Sartre tentang manusia. Ia membedakan dua kenyataan: berada pada dirinya sendiri (etre en soi) dan berada bagi dirinya sendiri (etre pour soi). Yang pertama adalah realitas pada objektif; yang kedua adalah kesadaran diri yang hanya bisa ada sebai penolakan terhadap berada pada dirinya sendiri. Manusia dalah sang berada bagi dirinya sendiri, artinya ia tidak mempunyai hakekat yang pasti, ia menemukan dirinya terlempar ke dalam eksistensi. Manusia adalah “satu-satunya makhluk yang eksistensinya mendahului esensinya”. Ia sama sekali bebas, sama sekali tidak terdeterminasi. Tidak ada sebuah realitas dari luar yang padanya manusia bersandar, yang padanya manusia mencari orientasi moral. Jelas bahwa dengan kebebasan radikal itu, manusia akan gagal dalam usaha menemukan diri apabila ada Allah.
Kalau tidak ada Allah (yang Mahakuasa), semuanya boleh; tidak ada penentuan sebelumnya, manusia bebas. Kalau hakikat manusia adalah kebebasan total sebagai ada bagi dirinya sendiri, adanya Allah mesti merupakan sebuah kerangka acuan yang tidak dapat diabaikan dan dengan demikian manusia tidak lagi bebas.

[+/-] ReadMore...

Need us. Just contact in: themodernphilosophy@gmail.com
We will give you Free, some comprehensive theses all about philosophy.

(Anda ingin mendapatkan tesis-tesis komprehensif tentang filsafat lengkap dengan penjelasannya. Gratis! silahkan kirim email anda di themodernphilosophy@gmail.com !)