Get paid To Promote at any Location
Pertengahan Oktober 2009, saya coba mengikuti Paid-To-Promote.Net. Eh, ternyata tanggal 30 Oktober, sudah dibayar, walau hanya 0,93 dolar ke paypal saya. Program ini mempunya keteraturan membayar setiap tanggal 15 dan 30, berapapun nilai dolar yang kita dapat. Tak perlu nunggu 100 dolar seperti program lain. Bagaimana cara mengikutinya? Mudah saja, silakan register dengan referal saya. Jika Anda referal saya, maka Anda akan saya bimbing. Klik saja kata iklan tulisan "Get Paid to Promote at Any Location!"
berwarna pink di atas ini.

Ini contoh recehan dollarnya...

AAderiau Balance History
Date Amount Note Balance After
Date: 2009-10-30 11:08:27 - $0.93 2009-10-30 Pay to paypal: dewa.gratia@gmail.com $0.00

Hello Rakadewa,

chen zirong just sent you money with PayPal.

Payment details
Amount: $10,93 USD
Transaction Date: Oct 30, 2009
Subject: paid-to-promote.net 2009-10-30

Philosophy is a game with objectives and no rules.
Mathematics is a game with rules and no objectives.
Theology is a game whose object is to bring rules into the subjective.

Friday, December 4, 2009

Logika Menentang Agama

“Man tamanthaqa faqad fazandaqa”, demikian ungkapan terkenal dari tokoh besar di dunia Islam, Ibn Taimiyyah. Arti harfiahnya kira-kira adalah, “Barang siapa menggunakan logika maka ia telah kafir”. Apakah sikap seperti ini dapat dibenarkan? Ataukah memang mutlak salah? Apa implikasi jika sikap seperti ini dibenarkan? Dan apa pula konsekuensinya jika ia mutlak salah? Ataukah sikap seperti ini relatif, bisa benar sekaligus bisa salah secara bersamaan atau secara fuzzy ? Dan apa-kah konsekuensinya jika kebenaran sikap seperti ini fuzzy atau relatif?

Logika adalah kaidah-kaidah berfikir. Subyeknya akal-akal rasional. Obyeknya adalah proposisi bahasa. Proposisi bahasa mencerminkan realitas, apakah itu realitas di alam nyata ataupun realitas di alam fikiran. Kaidah-kaidah berfikir dalam logika bersifat niscaya atau mesti. Penolakan terhadap kaidah berfikir ini mustahil (tidak mungkin). Bahkan mustahil pula dalam semua khayalan yang mi\ungkin (all possible intelligebles). Contohnya, sesuatu apapun pasti sama dengan dirinya sendiri, dan tidak sama dengan yang bukan dirinya. Prinsip berfikir ini telah tertanam secara niscaya sejak manusia lahir. Tertanam secara spontan. Dan selalu hadir kapan saja fikiran digunakan. Dan harus selalu diterima kapan saja realitas apapun dipahami. Bahkan, lebih jauh, prinsip ini sesungguhnya adalah satu dari watak niscaya seluruh yang maujud (the very property of being). Tidak mengakui prinsip ini, yang biasa disebut dengan prinsip non-kontradiksi, akan menghancurkan seluruh kebenaran dalam alam bahasa maupun dalam semua alam lain. Tidak menerimanya berarti meruntuhkan seluruh bagunan agama, filsafat, sains dan teknologi, dan seluruh pengetahuan manusia.Sebagai contoh perkataan ‘Ibn Taimiyyah di atas, jika misal pernyataan itu benar, maka menggunakan kaidah logika adalah salah. Karena menggunakan kaidah logika salah, maka prinsip non-kontradiksi salah. Kalau prinsip non-kontradiksi salah . Artinya seluruh kebenaran tiada bermakna, tidak bisa dibenarkan ataupun disalahkan, atau bisa dibenarkan dan disalahkan sekaligus. Kalalu seluruh keberadaan tidak bermakna, maka pernyataan itu sendiri “Man tamanthaqa faqad fazandaqa” juga nafi. Tak bermakna. Tak perlu dipikirkan.

Menerima kebenaran pernyataan beliau tersebut sama saja dengan mengkafirkan beliau. Karena jika peenyataan tersebut benar, maka untuk membenarkannya telah digunakan kaidah logika. Dan karena beliau telah menggunakan kaidah logika, menurut pernyataan-nya sendiri beliau kafir. Jadi sebaiknya pernyataan pengkafiran orang yang menggunakan logika ini benar-benar ditolak. Pernyataan ini salah. Salah. Dan mustahil benar. Karena kalau benar, semua orang yang berfikir benar kafir. Dan ini mustahil.

“Wa qul jaa ‘al-haqqa wazahaaqal-baathil, innal-baathila kaana zahuuqa.” Dalam pandangan saya, Islam jelas menentang adanya relativisme Kebenaran. Dalam Islam yang benar pasti benar dan tidak mungkin salah. Sedang yang salah pasti salah dan tak mungkin benar. Dalam dunia dikenali adanya golongan relativis kebenaran yang disebut sufastaiyyah. Golongan relativis kebenaran ini merupakan pewaris mazhab pemikiran sophisme, yang bermula pada abad ke-5 dan ke-4 SM di Yunani melalui pemikiran Protagoras, Hippias, Prodicus, Giorgias dan lain-lain. Beberapa pemikiran yang mendasari gelombang filsafat pasca-modernis juga merupakan cerminan dari pandangan golongan ini. Dalam majalah Ummat No.3/Thn.I/7 Agustus 1995, hal 76, DR.Wan Mohd Nor Wan Daud menjelaskan bahwa Akidah Islam jelas menentang keras sikap golongan sufastaiyyah ini. Bagi golongan sufastaiyyah, benar itu bisa salah dan salah itu bisa benar. Bagi golongan shopisme Yunsni, semua yang jelas-jelas ada ini dianggap tidak memiliki keberadaan. Jadi ada dan tiada sama saja. Bagi golongan positivis pasca- Renaisance, semua yang tidak bisa diukur tidak bisa ditentukan benar salahnya. Bagi pengikut Marx dan Hegel, kontradiksibukan saja mungkin terjadi, tapi menjadi arah gerakan alam yang sering disebut sebagai dialektika Hegel. Bagi golongan relativis pasca-modern, yang mendasarkan pemiokirannya pada language games ala Wittgenstein ataupun Russel seyiap propisisi adalah bahasa, dan setiap bahasa nilai kebenarannya relatif, karena itu setiap keberanan itu relatif.

Adapun sufastaiyyah, misalnya sama. Menghancurkan kaidah dasar logoka. Yaitu prinsip non-kontradiksi. Hanya Protagoras meniadakannya dalam tingkatan ada-tidaknya segala sesuatu, para positivis meniadakannya pada tingkatan hal yang tidak bisa diindra, Marx dan Hegel meniadaknnya sebagai watak umum segala yang maujud, dan Wittgenstein maupun Russel menghilangkan otoritas fikiran untuk menerapkan kaidahnaya kepada alam di luar fikiran. Hasilnya sama. Runtuhnya seluruh bangunan pengetahuan manusia. Runtuhnya suatu bangunan keyakinan manusia. Bahkan keyakinan tentang adanya dirinya sendiri ! Na’uudzubihi min dzaalik.

Penerapan kaidah-kaidah berfikir yang benar telah menghantarkan para filosof besar pada keyakinan yang pasti akan keberadaan Tuhan. Socraets dengan The Most Beauty -nya. Plato dengan archetype -nya. Aristoteles dengan prime-mover-nya.. ‘Ibn Arabi dengan al-jam’u bainal-‘addaad (coincindentia in oppositorium) nya. Suhrawardi dengan Nur-i-qahir nya. Mulla Shadra dan Mulla Hadi Sabzavary dengan Al-Wujud Al-Muthlaq-nya. Jelas-jelas penerapan logika bagi mereka tidak menentang agama. Malah sebaliknya, me-real-kan agama sampai ke seluruh pori-pori rohaninya yang mingkin. Atau dengan kata lain, mencapai hakikat. Dalam dialog terakhir Socrates, digambarkan betapa figur filsuf ini mati tersenyum setelah menyebut nama Tuhan sebelum akhir hayatnya. Tentang Aristoteles, sebuah riwayat menyatakan bahwa ia adalah seorang nabi yang didustakan ummatnya. Tentang ‘Ibn ‘Arabi, tidak ada yang menyangsingkan sebagai salah seorang sufi terbesar sepanjang sejarah dengan tak terhitung pengalaman ruhani yang tertulis di kurang lebih 700 kitabnya. Sedang Mulla Shadra , tujuh kali haji ke Mekkah dengan berjalan dari Qum (Iran) hanya untuk memenuhi panggilan kekasih-Nya. Alih-alih logika menentang agama, malah logika adalah kendaraan super-executive untuk mencapai hakikat. Dan sekali lagi alih-alih logika menentang agama , tanpa logika agama tak-kan dapat terpahami. Jadi apakah logika menentang agama?

[+/-] ReadMore...

Antara Cinta, Iman dan Akal

Al-‘aqliyyuun yakin bahwa esensi manusia adalah “keberpikirannya”. Bagi mereka semakin sempurna seorang manusia, semakin sempurna pula pemikirannya. Karena itu insan kamil (manusia sempurna) menurut pandangan ini adalah orang yang paling sempurna nalarnya, dalam arti telah menyingkap rahasia wujud (keberadaan) sebagaimana kenyataannya. Tafakkur, -dalam pengertian rasionalnya-, merupakan satu aktifitas utama yang menghantarkan manusia mencapai tujuannya. Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi ulil – albaab. (Yaitu) orang-ornag yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi : ` Yaa Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS Ali ‘Imran 190-191).

Di sisi lain, para ‘urafa, meyakini bahwa esensi manusia adalah al-qalb (hati). Dalam pandangan ini ihsas(rasa) dan ‘isyq (Cinta) manusia mempunyai nilai lebih dibanding tafakkur – nya. Perlu dicatat di sini bahwa ‘isyq bukanlah dalam arti cinta seksual seperti cinta pada umumnya. Ada dua ciri ‘isyq menurut para ‘urafa ;

1. Cinta ini bergerak menuju kepada Allah. Ma’syuq (obyek yang dicintai)-nya hanyalah Allah SWT.2. Cinta ini mengalir pada semua yang maujud; bintang, bulan, matahari dan yang ada di sekalian alam.

Dalam pandangan ini, seluruh keharmonisan alam adalah tanda aliran ‘isyq(Cinta) dalam segala sesuatu.

Bulan dan matahari
Langit dan bumi
Semuanya berputar-putar
Sedang Sang Penyanyi bergeletar

Bulan dan matahari
Langit dan bumi
Semuanya bak berpelukan
Bercumbu dan mencumbu Tuhan semata

Belum lagi ujung rumput nan ber-embun-an
Menambah sejuk segar hawa pagi nan ber-segar-an
Sepoi angin semilir rancak nan bertiupan
Ia pun mengatakan mari kita mencumbu Tuhan

Dalam semua adalah cinta
Meresapi semua adalah cinta
Tapi cinta pada Tuhan semata
Semua mencinta Tuhan semata

Walau mencumbu tapi tak perlu merayu
Walau mencumbu tapi tak perlu memeluk
Cukup katakan pada-Nya Duhai Sang Ayu
Sampai membanjir airmata meninggalkan ceruk

Hati (al-qalb) adalah sentral Cinta. Maka bagaimana agar manusia mencapai insan kamil ? Para ‘urafa yakin bahwa dengan akal (baca; nalar), manusia tidak akan pernah mencapai kesempurnaan yang hakiki. Maulana Jalaluddin Rumi mengatakan;

Kaki para filosof terbuat dari kayu
Kaki yang terbuat dari kayu tidaklah berkekuatan sedikitpun

Sebaliknya para ‘urafa meyakini adanya kitab’azali yang terdapat dalam diri setiap orang. Kitab Agung tempat khazanah pengetahuan Tuhan. Yaitu; hati. Tuhan tidak akan pernah dapat ditampung bimi dan langit, tapi Tuhan dapat ditampung (baca; hadir) pada hati mukmin.Dengan membersihkan hati (tazkiyyatun-nafs) dan mengkonsentrasikan hati serta mengarahkannya hanya kepada Allah, maka seseorang akan dapat mencapai derajat insan kamil.

Dalam kitab sufi tidak terdapat tulisan dan kata,
Yang ada hanya hati putih bak salju

Karena tulisan dan kata hanyalah rerantingan
Sedang Wujud yang dirasa adalah akar

Dan tulisan dan kata hanyalah kekhayalan
Seang rasakanlah Ia yang lebih dekat dari urat leher

Dalam hati sufi tidak terdapat berbagai pengetahuan
Yang ada hanya lah Ia sendiri

Qur’an Suci mengatakan; Beruntunglah mereka yang telah membersihkan dirinya (QS Asy-Syams 9).

Di sisi lain Qur’an Suci mengatakan ; Sesungguhnya manusia itu dalam keadaan merugi. Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shalih, dan saling berwasiat tentang kebenaran, dan saling berwasiat tentang kesabaran. Jelas amal shalih apapun tanpa iman adalah seperti seorang gadis tanpa ruh. Walaupun secantik apapun hanyalah mayat. Sebaliknya iman tanpa amal shalih pun mustahil, seperti adanya aliran elektron tanpa arus listrik.

Iman (+amal shalih), akal dan cinta adalah tiga ekivalensi tapi mempunyai dimensi masing-masing. Tidak mungkin beriman terhadap sesuatu yang tidak masuk akal. Tidak mungkin mencintai sesuatu yang tidak diimani wujud-nya. Dan tidak mungkin akal kita dapat berkonsentrasi terus menerus untuk menyingkap rahasia Wujud Yang Maha Agung tanpa dorongan dari geletar ‘isyq yang ada dalam dada.

Apa kesimpulannya? Ketiganya hanyalah manifestasi dari satu hal yang sama. Tiadanya yang satu memustikan ketiadaan yang lain. Hanya saja dimensi kehidupan tak berhingga . Mana kala kita pandang dari sudut nalar, akal-lah namanya. Manakala kita pandang dari sudut hati, cinta-lah namanya dan manakala kita pandang dari sudut keyakinan, iman-lah namanya.

Dengan ketiganya, – atau mungkin lebih tepat lagi dengan segenap wujud nya-, seorang manusia dapt mendekatkan diri kepada Allah. Ketika seseorang sampai pada pintu keselamatan, tidak ada lagi hijab antara ia dengan allah. Dia dapat melihat Allah dengan mata hatinya. Baginya Tuhan benar-benar dapat disifati sebagai Azh-Zhaahir ( Yang Maha Lahir), atau bahkan An-Nuur (Cahaya (Mutlak)), sehingga tak ada suatu apa pun yang lebih jelas dari-Nya. Imam Husein bin ‘Ali (r.a.), -cucu Rasulullah (SAW) yang akan menjadi satu dari pemimpin para pemuda di surga-, mengatakan; “ Adakah maujud yang lebih jelas dan terang dari-Mu?”

[+/-] ReadMore...

Need us. Just contact in: themodernphilosophy@gmail.com
We will give you Free, some comprehensive theses all about philosophy.

(Anda ingin mendapatkan tesis-tesis komprehensif tentang filsafat lengkap dengan penjelasannya. Gratis! silahkan kirim email anda di themodernphilosophy@gmail.com !)